Dahulu,  ada seorang janda yang memiliki dua anak perempuan. Anak yang sulung  angkuh dan pemarah seperti ibunya, sedangkan yang bungsu manis dan lemah  lembut.
Sang  ibu sangat memanjakan anaksulung nya yang memiliki sifat yang mirip  dengannya, dan memperlakukan si bungsu dengan sangat buruk. Si bungsu  disuruhnya melakukan hamper semua pekerjaan di rumah. Salah satu dari  tugas si bungsu yang malang adalah berjalan kaki 1 kilometer jauhnya ke  sebuah mata air dan membawa pulang air dalam sebuah ember besar. 
Pada suatu hari saat si bungsu sedang mengambil air di mata air, seorang wanita tua datang dan meminta air untuk minum. 
“Tunggu  sebentar, akan kuambilkan air yang bersih untuk Ibu,” kata si bungsu  kepada wanita tua itu. Diambilnya air yang paling jernih dan bersih,  lalu diberikannya kepada wanita tua itu dengan menggunakan teko air agar  dapat dengan mudah diminum. 
Wanita  tua yang sebenarnya adalah seorang peri itu berkata, “Kamu sangat sopan  dan suka menolong, jadi akan kuberikan keajaiban untukmu. Setiap kata  yang kamu ucapkan akan mengeluarkan sekuntum bunga, batu permata, dan  mutiara dari mulutmu.”
Si bungsu tidak mengerti maksud wanita tua itu. Ia hanya tersenyum lalu berpamitan dan berjalan pulang. 
Sesampainya  di rumah, ibunya memarahinya karena terlalu lama membawakan air. Si  bungsu meminta maaf kepada ibunya dan menceritakan kejadian yang dia  alami, bahwa ia menolong seorang wanita tua yang kemudian memberinya  keajaiban. Selama si bungsu bercerita, bunga-bunga, batu permata dan  mutiara terus berjatuhan keluar dari mulutnya.
“Kalau  begitu, aku harus menyuruh kakakmu pergi kesana.” Kata sang ibu. Lalu  disuruhnya si sulung untuk pergi ke mata air dan apabila bertemu dengan  seorang wanita tua, disuruhnya si sulung untuk bersikap baik dan  menolongnya.
Si  sulung yang malas tidak mau pergi berjalan kaki sejauh itu. Namun  dengan tegas, ibunya menyuruhnya pergi, “Pergi kesana sekarang juga!!!”  sambil menyelipkan wadah air dari perak ke dalam tas si sulung. 
Sambil  menggerutu si sulung berjalan menuju mata air. Saat tiba disana, ia  berjumpa dengan wanita tua itu. Tapi kali ini wanita tua itu berpakaian  indah bagaikan seorang ratu. Lalu, wanita tua itu meminta minum kepada  si sulung.
“Apa  kamu kira aku datang sejauh ini hanya untuk memberimu minum? Dan jangan  pikir kamu bisa minum dari wadah air perakku. Kalau mau minum ambil  saja sendiri di mata air itu!” kata si sulung kepada wanita tua itu.
Karena  sikapnya yang kasar, wanita tua yang sebenarnya seorang peri itu  mengutuknya. “Untuk setiap kata yang kamu ucapkan, seekor katak atau  ular akan berjatuhan keluar dari mulutmu!”
Saat  tiba di rumah, si sulung menceritakan apa yang dialaminya kepada  ibunya. Saat bercerita, beberapa ekor ular dan katak berjatuhan keluar  dari mulutnya. 
“Astaga!”, teriak ibunya jijik. “Ini semua gara-gara adikmu. Di mana dia?”
Sang ibu lalu pergi mencari si bungsu. Karena ketakutan, si bungsu lalu lari dan bersembunyi di hutan. 
Seorang  Pangeran yang sedang berburu terkejut melihat seorang gadis yang sedang  menangis sendirian di hutan. Ketika Pangeran itu bertanya, dengan  tersedu-sedu si bungsu menceritakan apa yang terjadi. Saat bercerita,  bunga-bunga, mutiara serta batu permata pun berjatuhan dari mulutnya. 
Pangeran  jatuh hati kepada gadis yang baik itu. Dan Pangeran juga tahu ayahnya  tidak akan keberatan mendapatkan seorang menantu yang baik seperti itu,  apalagi dengan mutiara serta batu permata yang terus dihasilkannya. Maka  Pangeran pun membawa si bungsu ke istana, lalu mereka menikah dan hidup  berbahagia. 
Sementara  itu di rumah, sikap si sulung menjadi semakin memuakkan, dan ia pun  terus menerus mengeluarkan katak serta ular dari mulutnya, sampai-sampai  ibunya pun mengusirnya dari rumah. 
Karena  ia tidak tahu harus kemana dan tidak ada seorangpun yang mau  menampungnya karena sifatnya yang buruk, ditambah dengan katak-katak dan  ular-ular yang terus keluar dari mulutnya, maka akhirnya ia pun tinggal  sendirian di tengah hutan.    
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar